“Hey Bruce!” sapa James yang seakan menampar wajah Bruce yang tampak murung, pada hari pertamanya bersekolah di Douglos.
“Ya, api ini sangat mengerikan,” jawab Bruce terhadap sapaan James.
”Tidak ada yang pernah mengira Douglos indah, Bruce,” James berusaha menghibur Bruce, tetapi perkataannya malah membuat Bruce takut.
”Ya, aku tahu, tapi …”
”Hey, segera masuk, kau akan ku antar ke kelas,” potong James, menarik pergelangan tangan kiri Bruce yang dilingkari jam tangan berwarna perak mengkilap.
Mereka berdua menuju ke gedung utama Douglos School, di Gedung A-1, mereka menyusuri lorong paling terang di Kampus ini. Seluruh siswa berekspresi gembira tampak di setiap sudut. Akhirnya, mereka sampai pada pintu besi abu-abu, yang mengawali ruangan kelas 7-1.
”Ini ruanganmu Bruce,” ujar James, sebelum Bruce membuka pintu tersebut dengan tangan kirinya (Bruce adalah seorang kidal).
Bruce membuka pintu tersebut.
”Waw, ini menakjubkan, tidak seperti di luar,” Bruce tampak kagum dengan ruangan kelas barunya itu.
Ruangan tersebut berwarna putih, secara umum, dilengkapi fasilitas Greet Smily (Penampil Hologram), dan juga Dreamy Face (benda elektronik ini, bisa membuat pelajar merasa berada pada alam lain). Ruangan kelasnya jauh berbeda dengan keadaan luar Douglos yang sangat suram. Di luar gedung, daun-daun farcury (apel biru) selalu berjatuhan setiap musim siswa baru.
”Owh kalau begitu, aku ke kantorku dulu, Bruce, jika ada masalah, hubungi saja aku,” kata James, sembari melepaskan tangannya dari Bruce, setelah memperkenalkan ruangan kelas barunya.
”Baik, tunggu dulu apa aku harus memanggilmu Bapak?” tanya Bruce.
”Tidak, anggap saja aku masih tetangga sebelah rumahmu”
Setelah James pergi, Bruce langsung memperhatikan ruangan cerah itu. Memperhatikan wajah-wajah bahagia dari teman-teman barunya.
”Hai, aku Will, apakah kau murid baru?” Tanya seseorang yang bernama Will kepada Bruce.
”Ya, a.. a.. ku murid baru, oo.. namaku, Bruce,” jawab Bruce dengan sedikit gugup.
”Kau bercanda? Kau mau masuk ke sekolah ini?” tanya Will lagi.
”Sekolah ini berhantu!” sela satu orang lagi.
”Heh? Aku tidak terlalu percaya,” jawab Bruce.
”Ya sudah, kau duduk dekatku, di depanmu, Will akan duduk. Oh, ya, aku Lee,” kata orang yang menyela, yang ternyata namanya adalah Lee.
”Lee?”
”Ya, aku keturunan China, Lee Williams,” jelas Lee.
“Ya, aku akan segera duduk,” kata Bruce.
Bruce menduduki kursi yang terlihat megah, berwarna putih, seperti soffa, kursinya sangat empuk. Bruce meletakkan tasnya, di meja putih yang juga terlihat megah.
Beberapa saat Bruce duduk, tiba-tiba seorang berkumis lebat masuk.
”Selamat pagi, semua!” sapanya.
”Selamat pagi, pak!” semua siswa menjawab.
Bruce menyadari pria berkumis lebat itu adalah gurunya.
”Hey, 0099, kau murid baru?” tanyanya.
Bruce pun heran.
”Siapa yang ia maksud?” bisik Bruce kepada Lee.
”Itu ID mu, kau harus menjawabnya, ia sedikit galak,” balas Lee.
”Owh, ya.. aya… ya.. Pak, aku murid baru. Perkenalkan namaku…”
”Aku tidak butuh namamu,”potong guru berkumis lebat itu.
”Aku Guru Aljabar, sangat galak, panggil aku Al,” katanya.
Guru Aljabar, yang biasa dipanggil Pak Al itu menghempaskan sebuah buku tebal ke wajah mejanya. ’bruuk’. Ia mulai membuka Buku Aljabar 987 pages, tersebut.
”Jika kalian berniat mempelajari Aljabar, kalian haru….” jelasnya panjang lebar.
Tak sedikit pun kata dari Pak Al, yang didenganr Bruce. Ia masih merasa jengkel, dengan ucapan guru Aljabarnya itu. Selain itu, sebelum pindah ke Kota Jaxy, di Kingsley, Bruce selalu mendapat nilai aljabar yang buruk di kelasnya. Ia bahkan sempat membolos berpuluhan kali, untuk kabur dari pelajaran menyebalkan tersebut.
Bruce berkali-kali melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, berharap pukul 12.00 dari 10.00 menjadi 1 detik saja. Ia mulai merasa bosan dengan perlakuan guru egoisnya itu.
”Kau tidak memperhatikanku 0098?” bentak Al.
”Aku hanya berpikir mengapa unta memiliki empat kaki,” kata Bruce mengalihkan pembicaraan, teknik ini ia pelajari sejak kelas 5.
”Kau hanya perlu menambahkan x dengan …” jelas Al.
Kedua bola mata Bruce, tampak memperhatikan setiap gerak Al, namun lagi-lagi, hanya beberapa kata awal saja yang dapat diproses otaknya. Bruce kembali berpikir, andaikan penjelasannya selama 7 jam, aku bisa mati menggigil di sini. Bruce serasa ingin muntah di hadapan Pak Al.
”Boleh aku ke luar sebentar?” tanya Bruce
”Tidak, sebelum aku menjelaskan bahwa x tidak sama dengan y, jika kaki unta tersebut …” cetus Pak Al.
Bruce benar-benar memuntahkaan seluruh sarapan paginya, di hadapan Pak Al.
”Kau kenapa? Aku akan segera membawamu ke Hospii, 0077, bantu aku!” Pak Al memanggil seorang siswi untuk membantunya mengangkat Bruce ke hospii (rumah sakit sekolah yang sangat nyaman).
”Baik, Pak!” jawab siswi itu.
Mereka membawa tubuh Bruce ke luar kelas. Bruce masih menggerakkan bola matanya, setelah, mencium bau aneh, yang tiba-tiba saja tercium olehnya, ketika mengabaikan penjelasan Pak Al.
”Kau harus hati-hati mengankatnya, Jane,” kata Pak Al.
”Tentu, tapi …,” Jane ingin membantah.
“Tak apa, ini di luar kelas, panggilan nama dianggap sah,” potong Pak Al.
Mereka sampai di lantai dasar Gedung A-1. Tempat pusat hospii di sekolah tersebut. Hospii berbau aneh, karena pengaruh obat-obatan, tapi baunya tidak terlalu mengganggu. Di sana, Pak Al berjumpa dengan Cilia, Kepala Perawat Hospii.
”Murid baru ini, tampak tidak enak badan, Bu,” kata Pak Al kepada Bu Cilia.
”Tenang, Al, aku akan menanganinya, kau antarkan saja dia ke Bed 003,” kata Cilia.
”Ada yang mengisi 1 dan 2?”
”Ya, kelas Kimia di lantai 3, sepertinya keracunan,” jawab Cilia.
Pak Al dan Jane melewati Bu Cilia, sambil menagngkat Bruce ke Bed 003.
”Hey, Jane, kau juga nampak sakit, terlalu pucat,” kata Bu Cilia.
”Tidak apa, Bu. Aku terlalu banyak memakai Bedak, ya kau tahu saja, kalau aku memakai Britney White (bedak putih) secara berlebihan, itu tren remaja putri,” kata Jane.
”Ehm, ini berat Jane,” sela Pak Al, sambil menggoyang-goyangkan tubuh Bruce.
”Oh ya, aku masuk dulu, Bu,” kata Jane, mengakhiri percakapannya dengan Bu Cilia.
”Tentu, hati-hati Bruce,” akhir Bu Cilia dengan mata melotot ke arah wajah Bruce.
Bruce berusaha menyembunyikan wajahnya dari Bu Cilia. Mereka memasuki Hospii, dan beberapa detik kemudian, mereka sampai di Bed 003.
”Istirahat di sini, Cilia akan segera merawatmu, Bruce. Oh ya, di Bed ini, dulu aku juga pernah terbaring selama 2 hari, aku masih mengingatnya. Ketika itu, Asrama Douglos masih layak ditempati. Selain itu, kabarnya, walikota juga pernah terkulai di sini selama 4 jam, karena keracunan bau Farcury, dalam Kelas Kimia,” jelas Pak Al.
Bruce hanya menebarkan senyumnya.
”Hati-hati Bruce, hehehe. Aku pergi dulu ya,” kata Jane, sembari menatap sepasang bola mata Bruce.
Bruce kembali tersenyum.